Senin, 30 November 2009

KAJIAN PERBANDINGAN
NOVEL RORO MENDUT KARYA
AYIP ROSIDI DAN YB. MANGUN WIJAYA

Oleh :
DONI NUGROHO
A 310060288


PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Sastra adalah suatu karya seni, sastra yaitu bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai di kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari (DEPDIKNAS, 2005:1001). Karya sastra terdiri dari berbagai jenis yaitu fiksi, puisi dan drama. Bentuk karya fiksi yang terkenal dewasa kini adalah novel dan cerita pendek (cerpen). Dalam istilah novel tercakup pengertian roman, sebab roman hanyalah istilah novel untuk zaman sebelum perang dunia kedua di Indonesia (Teeuw, 1988:32).
Dalam khazanah kesusastraan bangsa di dunia ditemukan begitu banyak karya dalam berbagai genre/bentuk yang menunjukkan kesamaan-kesamaan. Kadang-kadang kesamaan itu amat mengejutkan karena ternyata bukan saja menyangkut unsur-unsur tertentu didalam teks melainkan juga wujud teks secara keseluruhan salah satu dari berbagai novel yang memiliki kesamaan itu dapat kita lihat pada kisa Oedipus (Yunani) dan Sangkuriang-Dayang Sumbi (Sunda).
Akhir-akhir ini, telah banyak peneliti dan pemerhati sastra yang memberikan perhatian khusus terhadap gejala seperti ini. Dari telaah Sastra bandingan yang telah dilakukan, paling tidak muncul tiga teori yang bersangkutan dengan gejala tersebut. Teori pertama mengatakan bahwa kesamaan dimungkinkan oleh adanya proses migrasi, yang kedua karena adanya saling pengaruh mempengaruhi, dan yang ketiga karena bersifat kebetulan semata. Untuk menjelaskan teori yang ketiga ini, bahwa manusia dimanapun berada pada hakikatnya senantiasa menghadapi persoalan kemanusiaan yang sama dalam hidupnya, yaitu Pencarian Tuhan, Makna Cinta, Keadilan, Kematian dan sebagainya. Jadi, ketika dua pengarang mengalami permasalahan yang sama dalam hidupnya maka mereka kemungkinan akan yang mengekspresikan kedalam bentuk karya sastra (novel) yang hampir serupa atau memiliki berbagai wujud persamaan.
Munculnya berbagai pendekatan mengenai sastra bandingan yang salah satunya oleh remark (dalam Supardi Djoko Damono, 2005:2) antara lain didefinisikan sebagai kajian sastra di luar batas-batas sebuah negara. Diantara para pemikir terdapat pandangan yang berbeda tentang telaah sastra bandingan namun, setajam apapun perbedaan diantara para pemikir, disepakati bahwa praktik telaah sastra bandangan pada dasarnya tidak hanya fokus pada perbedaan-perbedaan yang ada didalamnya. Terutama pada karya-karya yang memang muncul akibat proses migrasi atau akibat adanya unsur pengaruh mempengaruhi.
Berdasarkan permasalahan tersebut, didalamnya makalah ini akan dibandingkan antara novel Rara Mendut Karya Ayip Rasidi dan Rara Mendut karya Y.B. Mangun Wijaya. Novel Rara Mendut adalah novel yang terangkat dari cerita rakyat dan akan dibandingkan dari sudut pandang isi cerita dan sudut pandang penulis.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar balakang diatas maka rumusan permasalahan yang ditetapkan oleh penulis yaitu :
a. Bagaimana bandingan antara novel Rara Mendut Karya Ayip Rasidi dan Karya Mangun Wijaya dilihat dari sudut pandang testtual ?
b. Bagaimana bandingan antara novel Rara Mendut Karya Ayip Rasidi dan Karya Mangun Wijaya dilihat dari sudut pandang pengarang ?


1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain :
a. Membandingkan novel Rara Mendut karya Ayip Rasidi dan Karya Mangun Wijaya
b. Membandingkan Rara Mendut karya Ayip Rasidi dan Karya Mangun Wijaya

BAB II
PEMBAHASAN

Novel Rara Mendut ditulis berdasarkan cerita rakyat yang telah ratusan tahun dikenal oleh masyarakat Jawa. Pada masyarakat Jawa sudah menjadi keyakinan bahwa kisah hidup Rara Mendut, yang diyakini pernah ada dan hidup pada masa kekuasaan Sultan Agung di Mataram (sekitar abad ke-11) adalah kisah cinta yang tragis dimana seorang perempuan, akibat kekuasaan yang menindasnya akhirnya harus membuktikan cinta dan kesetiaanya kepada lelaki pujannya dengan mempertaruhkan nyawanya. Dalam pengankatan cerita rakyat menjadi sebuah novel, cerita Rara Mendut disdopsi oleh dua pengarang yang mempunyai subkultur yang berbeda dan pada masa yang berbeda pula, yaitu Ayip Rasidi yang berkultur sunda menerbitkan novelnya pada tahun 1961 dan Y.B Mangun Wijaya yang berkultur Jawa menerbitkan novelnya pada tahun 1983. Berikut akan diulas perbandingan kedua novel tersebut.

2.1 Perbandingan dari Sudut Pandang Cerita
Sastrawan yang bernama Ayip Rasidi menulis novel Rara Mendut pada tahun 1961 yang diangkat dari cerita rakyat masyarakat Jawa. Belakang Rara Mendut (tahun 1983) ditulis ulang oleh Y.B Mangun Wijaya dalam bentuk trilogi yaitu dengan ditambah Genduk Duku dan Lusi Lendri. Berbeda dengan Karya Ayip yang langsung novel, Rara Mendut karya Mangun Wijaya pertama kali dipublikasikan sebagai cerita bersambung pada harian kompas. Setahun kemudian barulah kisah ini diterbitkan sebagai novel oleh PT. Gramedia.
Sosok Rara Mendut oleh Ayib Rasidi digambarkan/dicitrakan sebagai perempuan yang cantik tiadatara, lembut, tetapi sekaligus bersifat fatalis ( orang yang percaya atau menyerah pada nasib (DEPDIKNAS,2005:314)). Sementara itu Mangunwijaya menggambarkan sosok Roro Mendut sebagai manusia biasa. Gambaran kecantikan yang Ayip Rasidi disebut amat fisikal dirubah menjadi inner beauty kelembutan dan sikap fasilitasnya yang susah berubah dirombaknya menjadi wanita prakasa dan bersemangat untuk melawan. Roro Mendut oleh Ayib Rasidi diceritakan tewas karena bunuh diri dengan mencabut keris Tumenggung Wiragunan dan menancapkannya ketubuhnya setelah menghunuskan keris itu ketubuh Pranacitra yang tidak lain adalah kekasihnya. Sementara itu Mangun wijaya memandang bahwa Rara Mendut mati bukan karena bunuh diri setelah membunuh Pranacitra, tetapi dia terbunuh disebabkan oleh tindakan ksatria. Rara Mendut menggunkan Keris Wiragunan untuk melawan Wiragunan yang perkasa pada akhirnya kematian memang menjemput Rara Mendut, tetapi kematian itu lebih disebabkan oleh sikap dan perlawanannya sendiri bukan karena bunuh diri.
Dilihat dari unsur-unsur kisahnya, nampaknya syair Ayip Rasidi dan Y.B Mangunwijaya tidak menampakkan perbedaan yang amat signitifikan. Persamaan ini tentunya dapat dipahami mengingat kedua karya ini ditulis pada zaman yang hampir bersamaan. Ayip Rasidi menulis pada tahun 1961 sedangkan Y.B Mangunwijaya menulis novel ini pada tahun 1983. Dalam segi bangun struktur misalnya kedua pengarang menampilkan kompleksitas yang canggih mengingat mereka hidup setelah perkembangan konvensi sastra pada zamannya, sehingga penggarapan unsur-unsur seperti plot, penokohan dan latar jauh lebih kompleks.
Bercerita tentang nasib Roro Mendut-Pranacitra kedua pengarang yaitu Ayip Rasidi dan Y.B Mangunwijaya kompak dalam menafsirkan kematian pasangan tersebut yang amat tragis. Yaitu karena pertaruhan cinta. Roro Mendut dan Pranalita mati karena konflik pribadi dengan Tumengung Wiraguno yang membawa politik dan kekuasaan. Mereka mati akibat kekejaman orang politik dan kekuasaan. Mereka mati akibat kekejaman orang yang tidak menyukai hubungan cinta di antara keduannya.


2.2 Perbandingan dari Sudut Pandang Pengarang
Ayib Rosidi adalah seorang sastrawan sunda yang otodidak. Beliau adalah seorang yang luar biasa karena mampu menuliskan dalam novelnya yang berjudul Rara Mendut ditulis dengan sangat bagus dan memukau. Berbeda dengan Mangunwijaya, sastrawan yang berkultur Jawa ini menulis novel yang berjudul Rara Mendut ditulis dengan kocak/lucu dan ngepop.
Berbeda dengan Ayip Rasidi yang menelan mentah-mentah cerita rakyat yang ada pada masyarakat Jawa tentang Mitos Rara Mendut, Y.B. Mangunwijaya lebih bersifat kritis. Terhadap faktor yang ada. Suatu hal yang sangat menarik, sebagai seorang yang hidup dilingkungan keagamaan yang khusus (gereja).
Mangunwijaya mencoba mendenkonstruksi wacana yang bertalian dengan proses kematian sang tokoh utama. Jika dalam mitos orang Jawa Rara Mendut mati akibat bunuh diri, dalam permahaman Mangunwijaya, zaman mataram adalah zaman islam. Jadi, berdasarkan logika dan kesadaran religusitasnya saat itu Rara Mendut tentu sudah menyerap nilai-nilai keislaman, dan salah satu dari nilai itu adalah larangan keras setiap penganutnya untuk mengakhiri hidup secara sia-sia dan terhina (bunuh diri).




BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Telaah sastra bandingan dalam konteks pemahaman kebudayaan lintas bangsa bukan menjadi prioritas utamadalam pendekatan sastra bandingan. Karya sastra dalam lingkup satu negara pun bisa untuk dibandingkan jika memiliki kesamaan-kesamaan yang muncul karena proses migrasi, pengaruh mempengaruhi ataupun kebetulan semata.
Telaah sederhana ini cukup membuktikan hal tersebut. Karya sastra Roro Mendut versi Ayip Rosidi dan Y.B. Mangunwijaya memang memiliki latar belakang yang sama yaitu mitos masyarakat yang Jawa kuno. Selain persamaan yang ada banyak pula perbedaan-perbedaaan yang amat signifikan, hal ini tentu ada kaitannya dengan persoalan cara pandang yang turut dilatar belakangi oleh subkultur mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Damono, Supardi Djoko. 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Depdinas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta Balai Pustaka.

Teeuw, AA. 1988. Anatomi Sastra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar